My First Love

Dunia akan terasa menyenangkan jika kita dapat berkomunikasi dengan orang lain. Namun jika kita tidak dapat melakukannya, dunia akan terasa sepi. Menyakitkan rasanya bila kita harus menyimpan suatu masalah dalam hati tanpa menceritakannya pada orang lain.

Namaku Yuki. Tahun ini, aku duduk di kelas 3 SMP. Hari ini adalah hari dimana aku akan berada di kelas baru dan bertemu dengan teman-teman baru. Meski begitu,aku belum bisa berbicara dengan orang lain.
Sejak berumur 10 tahun, aku tak pernah bicara dengan siapapun bahkan dengan orang tuaku. Itu semua terjadi karena kematian ibuku. Ibu meninggal karena ayah selalu bersikap kasar padanya. Setiap hari ayah selalu mengatakan kata-kata kasar pada ibu.


Ayah selalu mengatakan kalau ibuku adalah manusia yang tidak berguna karena tidak bisa memberinya seorang anak lelaki hingga akhirnya ibuku merasa putus asa dan bunuh diri. Sejak saat itu sampai sekarang, aku tidak berani berbicara pada siapapun. Aku takut mereka akan tersinggung karena aku tidak sengaja mengeluarkan kata-kata kasar.
“Bagaimana ini? Apa aku bisa beradaptasi dengan lingkungan kelas yang baru?”

gumamku sambil menghela nafas. Aku menghentikan langkah sebelum masuk kedalam sekolah. Kutatap langit pagi yang indah dan luas.Aku tidak mengerti pada diriku sendiri, padahal dunia ini begitu luas dan di penuhi banyak manusia. Tapi kenapa aku tidak berani berbicara pada satu orang pun?

“Aku heran padamu. Pagi-pagi begini sudah berbicara sendiri.” Ujar seorang pria yang sedang berdiri di sampingku sembari ikut memandang langit.Aku hanya diam dan menatapnya lalu beranjak pergi.

“Hey, kenapa kau pergi? Apa ada yang salah dengan kata-kataku?” tanya pria itu dengan suara keras hingga beberapa siswa yang lewat melihatnya. Namun aku mengabaikannya begitu saja dan melangkahkan kakiku menuju kelas.

Sesampainya di kelas, aku langsung mencari bangku. Kebetulan masih tersisa satu meja dengan dua kursi di barisan paling belakang. Semua orang terlihat saling bertukar cerita dengan teman-teman mereka. Sementara aku, hanya bisa duduk untuk memandang mereka.

“Haha, ternyata kita bertemu lagi.” Ujar seorang pria yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelahku. Saat aku melihatnya, ternyata dia pria yang tadi kutemui di depan sekolah. “Siapa namamu? Namaku Rangga.” Ia mengulurkan tangannya. Aku hanya menatap uluran tangan itu namun tak menjawab pertanyaannya.

“Ya, baiklah kalau begitu. Sepertinya kau belum ingin bicara denganku. Tapi aku boleh duduk di sini kan? Soalnya bangku yang lain udah penuh.” Kata Rangga. Aku tetap diam, dan akhirnya dia menyerah mengajakku bicara. Setelah itu, Rangga memasukkan tasnya di dalam bangkunya.

Aku heran kenapa dia mau duduk dan bicara padaku. Padahal banyak orang disekolah yang mengenalku sebagai gadis yang sangat pendiam hingga menyebutku bisu. Setiap hari aku juga tidak nyaman berada di samping orang lain. Tapi kenapa sekarang berbeda? Aku merasa sangat nyaman jika berbicara dengannya. Sebenarnya aku sangat ingin mengajaknya bicara. Tapi entah mengapa saat aku ingin bicara, rasanya tertahan di bibirku.

Saat di kelas, Rangga selalu bicara padaku namun aku tak membalasnya. Beberapa saat setelah bel masuk berbunyi, wali kelasku datang dan langsung mengabsen murid di kelasku hingga akhirnya dia menyebutkan namaku yaitu ‘Yuki’.

“Oh, jadi namamu Yuki. Seperti nama kartun saja. Tapi menurutku itu nama yang indah.” Bisik Rangga sambil tersenyum. Kata-kata itu membuatku sedikit kesal namun juga senang karena dia mengatakan bahwa namaku adalah nama yang indah hingga jantungku terasa berdebar apalagi saat aku melihat senyumnya. Aku tak mengerti perasaan apa ini. Tapi yang jelas, Rangga adalah orang pertama yang mengatakan hal itu padaku.

3 bulan berlalu dan saat ini aku dan Rangga semakin dekat. Walau aku tak pernah membalas ajakan Rangga untuk berbicara dengannya, namun Rangga selalu menceritakan masalah yang sedang dia hadapi. Dia bilang perasaannya terasa sedikit tenang setelah bercerita kepadaku. Aku tak mengerti kenapa aku merasa senang mendengar perasaan Rangga telah tenang dan mengapa aku sering berdebar-debar saat berada di dekat Rangga. Mungkinkah aku jatuh cinta? Sejak dulu aku selalu ingin mengutarakan perasaan ku padanya, tapi selalu saja gagal.
Siang ini mentari bersinar sangat cerah. Udara pagi yang tadinya terasa sejuk sekarang berubah menjadi sangat panas. Matahari terasa menyengat saat aku berjalan menuju rumah. Dengan rasa lelah, aku mempercepat langkahku agar cepat sampai di rumah.

“Yuki, tunggu aku!” teriak Rangga dari kejauhan lalu menghampiriku. Aku pun menghentikan langkahku sejenak. Setiap pulang sekolah kami memang selalu bersama. Tapi karena tadi aku tak melihatnya keluar dari sekolah, jadi aku fikir dia telah pulang lebih dulu. Karena itu aku meninggalkannya.

“Jalanmu cepat ya?” katanya dengan nafas yang terengah-engah. Aku tersenyum mendegar kata-katanya. “Kenapa tersenyum? Apa kau senang melihatku seperti ini?” tanya Rangga dengan nada sedikit mengejek. Aku hanya terdiam sambil memandangnya lalu melangkahkan kakiku kembali.

“Oh, ya Yuki, sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini sejak dulu tapi aku takut kau marah. Tapi sepertinya aku akan mengatakan hal ini sekarang juga.” Ujar Rangga hingga membuat langkah kami terhenti kembali. “Sebenarnya sejak dulu aku sangat ingin mendengar suaramu. Aku tahu kau tidak pernah bicara dengan orang lain, karena itu aku jadi penasaran. Setidaknya katakanlah satu kalimat saja.” Pintanya.
Aku sedikit kaget dengan permintaan Rangga. Sesaat aku terdiam dan menundukkan kepalaku. “Aku…” kataku dengan suara yang sangat kecil sembari mengangkat kepalaku perlahan. Aku tidak ingin mengatakannya. Tapi aku tak bisa menahannya.

“Ada apa? Apa kau ingin mengatakan sesuatu?”

“Aku menyukaimu. Kau adalah cinta pertamaku.” Ungkapku pada Rangga. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Wajahku mulai memerah.

“Akhirnya kau…” Rangga Tak melanjutkan kalimatnya. “Tunggu dulu! Kau bilang apa tadi?” Tanya Rangga dengan wajah yang terlihat kaget. Karena merasa malu, aku langsung berlari meninggalkan Rangga, sementara Rangga tetap terdiam karena mendengar kata-kataku tadi

“Dasar bodoh! Kenapa aku mengatakannya? Harusnya itu tidak terjadi.” Gerutuku dalam hati dengan wajah yang semakin memerah. Aku merasa sangat malu karena telah mengatakan hal itu walau tanpa sengaja. Tapi perasaan senang juga kurasakan karena akhirnya aku bisa mengatakan sesuatu yang selama ini sangat ingin kuutarakan pada Rangga.

Keesokan harinya, aku merasa tak bersemangat untuk pergi ke sekolah. Aku takut Rangga akan menjauhiku karena kata-kataku yang kemarin. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Saat aku akan pergi ke sekolah, tiba-tiba Rangga datang dan menarik tanganku. Perasaan itu muncul kembali. Rasa gugup disertai jantung yang berdebar membuat tanganku bergetar.

“Meski suaramu kecil, tapi aku masih bisa mendengar apa yang kau katakan dengan jelas.” Kata Rangga dengan wajah yang terlihat serius hingga membuatku sedikit takut. “Karena kau sudah berani mengungkapkan perasaanmu, maka sekarang aku akan….” Rangga berhenti bicara. Tanganku menjadi semakin bergetar. Detak jantungku terasa semakin cepat dan keringat dingin mulai bercucuran.

“Aku juga ingin mengatakan bahwa sejak aku bertemu denganmu, aku juga telah menyukaimu.” Sambung Rangga sembari menarik tanganku lalu mendekapku. Beruntung saat itu langit masih belum begitu cerah, jadi hanya sedikit orang yang melintas.

Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Ini pertama kalinya aku menyukai seseorang dan terbalaskan. Dengan perasaan senang aku membalas dekapan Rangga. “Terima kasih.” Jawabku.

Sejak saat itu kami mulai menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Rangga mengajariku bagaimana caranya agar aku bisa memiliki teman hingga aku mulai berani untuk berbicara dengan orang lain. Aku sangat senang bisa menjadi pacar Rangga, karena itu aku berjanji tidak akan menyakitinya. Karena aku sangat menyayanginya. Dan karena dia adalah my first love.
by: lintang
Category: 0 komentar Print and PDF

0 komentar :

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan baik.

Cerita Kita. Diberdayakan oleh Blogger.