Kasih Tertambat di Pelatihan

Indri menatapku heran. Ia tidak percaya. Sungguh di luar dugaannya, kalau ternyata aku mencintainya. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Diam, dan hanya matanya yang berbicara. Bahwa sebenarnya ia juga cinta. Bahwa, sesungguhnya tidak mungkin ia menolak cintaku. Entahlah! Waktu begitu terasa sangat cepat. Dunia seakan berputar kurang dari
dua puluh empat jam. Begitu cepat, begitu segera.

“Kamu tidak perlu menjawab sekarang, Dri!” serupa desahan. Kataku kepada Indri.
“Apa aku harus berpikir lama, untuk mengambil keputusan ini?” Indri tersenyum. Manis sekali.
“Itu juga hak kamu kok,” terpesona dengan senyum Indri.
“Aku rasa tidak perlu.”
“Mengapa kamu bilang seperti itu?”
“Hem…” Sekali lagi Indri memberikan senyumnya yang cantik.

Hari terus berganti. Temu itu terjadi pada saat aku dan Indri lagi mengikuti pelatihan. Workshop yang diadakan oleh Dinas Pendidikan di kotaku, telah menjadikan sebuah pertemuan yang tidak terduga. Pertemuan yang menyisakan kegelisahan. Keresahan yang tiba-tiba timbul, karena adanya rasa. Sebuah rasa tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata.

Semula, Indri adalah temanku sewaktu masih kecil. Dari sekolah SD, aku dan Indri telah berteman. Bahkan selalu dalam satu kelas. Tetapi, memasuki SMP, kami harus berpisah satu sama lain. Karena Indri ikut papanya yang dipindah-tugaskan. Dan tentu saja, kami pun jarang bertemu. Atau bahkan sejak Indri ikut papanya pindah, aku dan Indri tidak pernah bersua.

Tidak pernah terbersit sedikit pun, kalau akhirnya aku dan Indri harus berjumpa. Dengan segala romantika cinta yang terjadi di dalamnya. Hal ini terjadi, setelah kami sama-sama dewasa. Aku telah menjadi ustadz di sebuah pondok. Sedangkan Indri, juga telah membantu mengajar di sebuah lembaga sekolah menengah. Karena sama-sama dalam sebuah lembaga pendidikan, maka akhirnya kami bertemu dalam sebuah pelatihan. Workshop berkenaan dengan metodologi pengajaran selama satu pekan. Dari pertemuan itulah, tiba-tiba timbul yang namanya cinta.

“Aku mencintaimu Indri,” beberapa hari setelah pertemuan di workshop.
“Me too. Aku juga cinta padamu.”
“Engkaulah ratu cintaku.”
“Engkau sebagai pangeraku.”
“Mari kita rajut cinta ini bersama. Dalam suka maupun duka.”
“I agree with you. Aku setuju, apa pun asal bersamamu.” Kami akhirnya jadian, tunangan. Kedua orang tua kami masing-masing saling merestui. Tidak ada halangan dan rintangan. Semua berjalan sesuai rencana. Hanya tinggal menghitung hari saja, aku dan Indri akan ke pelaminan. Pangeran dan ratu, seiya sekata dalam mengarungi samudera kehidupan.

Betapa pun manusia berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Baik rizki, mati, dan jodoh. Kami ditakdirkan untuk berjodoh, tapi hanya sampai pada pertunangan. Tidak lebih. Karena pada detik-detik akhir kami akan melaksanakan akad nikah, tiba-tiba Indri mengatakan sakit perut. Dan ajal pun tak dapat ditolak. Malam itu juga, sehari sebelum perhelatan akad nikah, Indri menghembuskan nafasnya. Pergi untuk selama-lamanya.

Aku tergugu dalam tangis dan sedih yang begitu dalam. Bahkan sampai terbersit dalam hatiku, bahwa aku akan ikut mati bersama Indri. Tapi, iman dalam hatiku masih mampu menjaganya. Hingga pada akhirnya, aku harus menyadari, bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. (Teruntuk teman workshopku Indrawati ‘dulu guru di SMPN 4 Banjarmasin’, selamat menjalankan tugas)

Karya: Rusdi El Umar

Category: 0 komentar Print and PDF

0 komentar :

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan baik.

Cerita Kita. Diberdayakan oleh Blogger.