Jika Kamu Mengerti

Ku buka mata, kulihat dunia, ku bertanya pada embun pagi, apakah hari ini semua orang tersenyum bahagia? Ataukah ada orang yang merasa sepertiku hari ini, terdekap dalam luka, sepi, sunyi, hilang dan hampa.

Kulihat burung-burung berterbangan dengan riangnya, tergambar senyuman indah dari setiap kepakan sayapnya, hmmm … aku ingin terbang bersama mereka, aku ingin bernyanyi bersama kicauannya, “good morning adikku tercinta”, sapa kak Ivan sembari memelukku dari belakang, aku hanya membalasnya dengan senyuman manisku. Aku Shireen dan kakakku Ivan, orang tua kami bercerai delapan tahun yang lalu, berdasarkan putusan pengadilan aku diasuh oleh mama, dan Kak Ivan bersama papa.

Satu minggu yang lalu mama meninggal karena kecelakaan, dan akhirnya sekarang aku tinggal di rumah papa, “bagaimana tidurnya semalam, nyenyak nggak?”, Tanya papa saat kita sarapan bersama, “nyenyak pa” jawabku singkat”, “nanti kak Ivan antar ke sekolah ya Reen?”, “iya kak”, suasana ini bukan yang aku harapkan, aku lebih menyukai suasana saat bersama mama, penuh kehangatan, penuh canda, mama selalu tahu bagaimana memperlakukanku, aku merindukannya, aku ingin mama selalu di sampingku, memelukku setiap waktu.

“Dari tadi kakak perhatiin Shireen diam aja, belum terbiasa ya?”, Tanya kak Ivan di tengah jalan, “Shireen gak tahu harus bersikap gimana kak?”, “dulu kita selalu bersama-sama, kamu bukan orang asing buat kakak dan papa, jangan pernah merasa sendiri, sekarang ada kakak yang selalu siap kapan aja buat kamu”, “dulu dan sekarang beda kak!”, “dulu dan sekarang memang beda, tapi sampai kapanpun kamu akan selalu menjadi adikku”, aku memandang wajah kakakku, seandainya saja dulu mama dan papa tak pernah bercerai, mungkin aku tak akan merasa seasing ini, “kok bengong! buruan masuk Reen”, kak Ivan membuyarkan lamunanku, dan aku langsung bergegas masuk ke dalam sekolah, sekolah baruku tentunya.

Hari demi hari telah berganti, suasana yang asing kini berubah sedikit menjadi lebih hangat, aku tak lagi merasa sendiri, tak lagi merasa sepi dan sunyi, aku mencoba memulai semua yang baru disini, tanpa mama, “kita jalan-jalan yuk?”, ajak kak Ivan padaku, “kemana kak?”, “udah ikut aja”, aku menurut saja padanya, kak Ivan mengajakku ke tepi danau, indah sekali pemandangannya, suasananya tenang, damai, “kak Ivan sering kesini?”, tanyaku membuka percakapan, “nggak juga dek, ya kalau lagi pengen aja”, “kak Ivan udah punya pacar?”, “kok Shireen Tanya itu, kenapa hayo?”, “nggak! pengen tahu aja kak, ya kalau gak mau jawab juga gak pa-pa”, “Shireen Shireen, kamu itu udah hampir dua bulan tinggal bersama kakak, tapi sikap kamu masih aja belum bisa biasa, aku ini kakakmu, jadi kamu harus bersikap biasa aja kayak dulu, gak usah sungkan-sungkan”, aku juga nggak tahu apa alasannya, mungkin karena kita berpisah lumayan lama, jadi butuh waktu untuk menyesuaikan diri,

“Hujan Reen, kita berteduh yuk”, kak Ivan mnggandeng tanganku menuju sebuah gubuk, lumayan untuk berlindung dari air hujan, dingin sekali rasanya, apalagi aku hanya memakai baju lengan pendek yang tidak begitu tebal kainnya, “dingin Reen?”, Tanya kak Ivan padaku, aku hanya menggangguk, “pakai ini aja”, kak Ivan melepaskan jaketnya dan memberikannya padaku, ya lumayan lah agak sedikit lebih hangat, “masih dingin ya?”, “iya ni kak, hujannya deres banget, kayaknya bakal lama deh kak redanya”, kak Ivan yang melihatku masih kedinginan langsung bergegas mendekat padaku, dan memelukku, memegang kedua tanganku mencoba untuk membuatku merasa hangat, tapi rasanya aneh, jantungku berdetak seribu kali lebih cepat saat dipeluk kak Ivan, aku tak tahu apa yang aku rasakan, mungkin karena aku dan Kak Ivan sudah sama-sama dewasa, dan kita telah lama berpisah.

Sikap dan perhatian yang ditujukan kak Ivan kepadaku begitu besar, dia memperlakukanku bukan hanya sebatas adik kakak, tapi dia memperlakukanku sangat istimewa, dan hal yang paling aku takutkan pun akhirnya menjadi nyata, aku memiliki rasa kepada kakakku sendiri, ya aku mencintainya, mencintai kakakku sendiri, meski aku tahu ini salah, tapi aku tetap tak bisa menahannya, rasa itu perlahan-lahan tumbuh menjadi besar, hingga aku tenggelam di dalamnya, dan aku tak tahu bagaimana caranya agar aku tidak terhanyut semakin dalam.

“Shireen kakak mau nunjukin foto sama kamu”, “foto apa kak?”, kak Ivan membuka dompetnya, dan kemudian mengeluarkan sebuah foto, “lihat deh”, aku terkejut melihatnya, rasanya hatiku seperti disayat, perih “ini kak Ivan sama siapa? Cewek itu siapa kak?”, tanyaku seperti tak ada apa-apa, “ini namanya Nina, pacar baru kakak, gimana cantik gak?”, aku mencoba menahan tangis yang sudah tak kuat ku bendung, “ooo cantik kak, cocok sama kak Ivan”, ucapku mencoba menutupi perasaanku, ternyata begini rasanya mencoba tetap tersenyum meski hati kita sedang menangis, Tuhan … aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang? Perasaan itu terlalu dalam hingga aku tak tahu bagaimana untuk menguburnya, aku tak tahu sampai kapan aku akan memendam perasaan ini, dan akan terus merasa sakit saat aku tersadar bahwa kak Ivan bukan untuk aku miliki.

Aku memutuskan untuk kuliah ke Australia, semakin aku dekat dengan kak Ivan, semakin aku tak bisa membuang rasa ini, dan semakin membuatku sakit setiap melihat kak Ivan bersama pacarnya, kak Ivan memintaku untuk melanjutkan kuliah di Jakarta saja, tapi itu tak mungkin, aku tak ingin semakin mencintainya, seandainya jika kamu mengerti, ini bukan yang aku inginkan, meninggalkanmu bukan pilihanku, jauh darimu bukan keinginanku, tapi jika aku tetap disini, itu hanya akan membuatku semakin sulit dan semakin sakit, kita terlahir sebagai saudara, aku adikmu dan kamu kakakku, selamanya akan terus begitu dan tak akan pernah bisa aku merubahnya untuk memilikimu.

Karya: Mayasari
Category: 0 komentar Print and PDF

0 komentar :

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan baik.

Cerita Kita. Diberdayakan oleh Blogger.